ARTICLE AD BOX
Pemadaman yang terjadi hingga 11 jam tersebut membuat sejumlah usaha milik masyarakat merugi.
Direktur YLPK Bali, I Putu Armaya, Selasa (6/5) mengungkapkan pihaknya menerima banyak keluhan dari masyarakat terkait dampak pemadaman. Beberapa di antaranya melaporkan kerugian besar, seperti kasus matinya ikan koi milik warga yang ditaksir mencapai Rp 80 juta. Selain itu ada laporan soal kematian ayam petelur milik peternak di Tabanan karena listrik padam pada tengah malam.
Menurutnya, sejumlah pemilik ikan koi sebenarnya telah menyiapkan peralatan darurat untuk menjaga kelangsungan hidup ikan saat terjadi pemadaman. Namun, karena durasi padam yang sangat lama, alat-alat tersebut tidak mampu bertahan lagi.
Bahkan, air tandon yang menjadi cadangan juga habis terkuras. “Pengaduan dari pemilik ikan koi dan peternak ayam petelur di Tabanan terus kami terima hingga 5 Mei 2025. Total nilai kerugian yang sudah dilaporkan masih di bawah Rp 200 juta, namun kami masih terus menghimpun data,” jelas Armaya. Kata dia, YLPK Bali juga sempat dihubungi oleh anggota DPR RI Nyoman Parta, dan pihaknya akan memperjuangkan hak-hak konsumen yang dirugikan. Menurut Armaya, konsumen berhak mendapatkan penjelasan yang jujur dan transparan dari pihak PT PLN (Persero) terkait penyebab pasti black out, bukan sekadar informasi umum soal gangguan kabel dari Jawa-Bali.
“Kami menuntut kejujuran dari Dirut PLN dan jajarannya. Jangan hanya menyebut karena kabel Jawa-Bali. Ini era keterbukaan informasi publik. Sampai saat ini pun, pemadaman bergilir masih terjadi di Denpasar dan sejumlah daerah lain. Dirut PLN dan GM PLN UID Bali harus bertanggung jawab dan memberikan penjelasan yang rinci,” tegas Armaya.
Armaya menambahkan bahwa berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, setiap konsumen berhak atas ganti rugi jika pelaku usaha tidak mampu memberikan pelayanan barang dan/atau jasa secara layak, termasuk pasokan listrik. “Konsumen berhak mendapatkan ganti rugi berupa penggantian barang, uang, atau santunan setara. Bahkan, konsumen bisa mengajukan gugatan class action atas kerugian ini,” ujarnya. Sebagai tindak lanjut, YLPK Bali akan segera bersurat kepada Direktur Utama PLN dan jajarannya untuk meminta pertanggungjawaban hukum. Jika tidak ada solusi, Armaya menegaskan pihaknya siap menempuh jalur hukum demi memperjuangkan hak-hak konsumen listrik di Bali.
Sebelumnya menanggapi tuntutan kompensasi akibat black out Listrik di Bali, Manager Komunikasi dan TJSL PLN UID Bali, I Wayan Eka Susana mengatakan PLN masih menunggu hasil investigasi atas penyebab black out. Meski sebelumnya disebutkan adanya gangguan kabel bawah laut, namun klasifikasi penyebab apakah tergolong force majeure atau gangguan teknis lainnya belum diumumkan secara resmi. "Masalah kompensasi itu ada dalam Peraturan Menteri ESDM. Harus dibahas dulu apakah ini masuk kategori force majeure atau bukan. Kalau nanti sudah jelas penyebabnya, baru bisa disiapkan bentuk kompensasinya seperti apa," ujar Eka Susana saat dihubungi, Senin (5/5).
Ia menambahkan, dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 18 Tahun 2019 tentang mutu pelayanan distribusi listrik, telah diatur skema pemberian kompensasi, termasuk mekanisme perhitungannya yang dilakukan oleh PLN Pusat. Ia juga mengutip perkataan anggota DPR RI I Nyoman Parta yang mendorong masyarakat untuk menyalurkan aspirasi melalui Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK), termasuk tuntutan kompensasi.
“Pak Parta anggota DPR RI kan bilang Kalau kompensasi katanya ke Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK), ya silahkan itu haknya masyarakat untuk meminta. Nah nanti, yang jawab kompensasi kan dari teman-teman PLN pusat, nanti setiap kompensasi itu masuk di sistem, saya tidak tahu perhitungannya seperti apa, itu dulu jawabannya,” katanya.
Menutup pernyataan, Eka menyebut hingga kini, investigasi penyebab pemadaman masih berlangsung. “Sehubungan dengan adanya upaya peningkatan kendala pasokan listrik bagi masyarakat, kami sampaikan PLN sedang melaksanakan kegiatan pemeliharaan dan penguatan jaringan distribusi listrik, yang memerlukan pengaturan operasional atau manajemen beban,” pungkasnya. 7 mis, t