ARTICLE AD BOX
Di Desa Antosari yang saat ini sudah memasuki masa panen, dan sekitar 70 persen petani kesulitan mencari tukang tebas. Bahkan supaya tidak merugi petani rela mencari tukang tebas dengan harga mahal. Dengan kondisi ini pun petani berharap mendapat bantuan mesin sesuai dengan kondisi persawahan.
Salah satu petani I Wayan Widhiarta mengeluhkan hal itu. Sejak buruh tebas asal Jawa pulang kampung petani kesulitan mencari tukang tebas.
"Tukang tebas kebanyakan dari Jawa nah kemarin masa panen berbarengan dari hari raya terutama lebaran," ujarnya, Selasa (6/5).
Karena kesulitan itu, otomatis petani banyak mengalami terlambat panen. Bahkan hampir 70 persen petani terpaksa menunda menikmati hasil panen.
"Kalau terlambat panen ini maka kualitas padi tidak bagus. Kadar air berkurang dan padi menjadi ringan. Nah ketika jadi beras otomatis bulirnya patah - patah," terangnya.
Dengan kondisi itu dia mengusulkan dan berharap petani dibantu mesin combine kecil yang sesuai dengan lahan di Tabanan. Apalagi sekarang sudah berbasis teknologi.
"Ada combine yang kecil yang sesuai dengan kondisi lahan di Tabanan harganya kisaran Rp 135 juta kalau petani kayaknya belum mampu beli," tegas Widiartha.
Bahkan ketika petani dibantu mesin ini dengan porposi 1 subak satu mesin, akan sangat membantu petani dan membuat proses panen tidak menjadi kendala.
"Panen kan tidak barengan bisa koordinasi dengan subak - subak lain sehingga bisa lebih cepat panennya. Apalagi mesin combine ini kapasitasnya lahan 1 hektar hanya perlu waktu 4 jam untuk panen. Jadi kami berharap ini bisa dibantu pemerintah," harapnya.
Untuk saat ini harga gabah di tingkat petani masih bagus. Per kilogramnya diangka Rp 6.000. "Kondisi harga gabah di tingkat petani sekarang masih cukup bagus. Mudah - mudahan tetap stabil," tandas Widiartha. des