Penurunan Tarif Impor AS-China Awal Baik bagi UMKM

4 hours ago 2
ARTICLE AD BOX
Kendati demikian, kondisi itu tidak membuat UMKM menjadi terlena, karena bisnis merupakan sesuatu hal yang dinamis dan harus terus bergerak.

"Perang dagang sejatinya sudah terjadi sejak ratusan tahun lampau, kita mengenal jalur sutra sebagai jalur perdagangan yang melintasi kawasan Asia, di mana para pedagang jual beli rempah dan produk tenun serta produk perkakas," ujar Wirson Selo dalam keterangannya, di Depok, Jawa Barat, seperti dilansir Antara, Selasa.

Hasil negosiasi petinggi AS dan China di Jenewa Swiss selama Sabtu dan Minggu (10-11/5), tarif impor atas barang China turun dari 145 persen menjadi 30 persen, dan tarif China untuk barang AS turun dari 125 persen menjadi 10 persen.

Menurut Wirson, perang dagang pada masa modern menjadi isu yang mengguncang, karena adanya regulasi dan pembatasan yang ketat yang diberlakukan oleh setiap negara mempertimbangkan kepentingannya dan memperjuangkan dominasinya masing-masing.

Setiap negara akan memperjuangkan surplus angka dalam proses terjadinya ekspor impor. Setiap negara menghendaki lebih banyak uang yang diterima daripada uang yang dibayarkan ke negara lain. Ia tidak menampik, pada awal perang dagang AS-China sempat membuat para pelaku usaha mencermati produknya secara saksama.

ecara garis besar yang menjadi konsentrasi para pelaku usaha adalah mengecek rantai pasok bahan baku untuk melihat apa saja yang didatangkan dari negara lain, serta mengecek seberapa besar produknya yang diekspor ke negara lain terutama AS.

Sudah pasti, UMKM di Indonesia juga tentu akan terdampak, terutama produk-produk yang marketnya ekspor ke AS, karena dalam proses ekspor sebagian telah terjadi kesepakatan dan kontrak jual beli jauh sebelum kebijakan ini diberlakukan.

Wirson menjelaskan perang dagang kali ini menjadi kejutan bagi pelaku UMKM, kejutan yang menyadarkan regulasi dan situasi global menjadi faktor penentu utama di segala lini bisnis.

Para pihak harus mengambil pelajaran penting dari peristiwa perang dagang ini. Pemerintah melalui kementerian dan lembaga terkait tentunya akan meningkatkan frekuensi dialog perdagangan dengan lebih banyak negara, sehingga ke depannya risiko kebijakan negatif beberapa negara lain tidak serta merta membuat sektor UMKM terpuruk.

Pelaku usaha semestinya menyadari dan akan menemukan cara bagaimana meningkatkan efisiensi produksi dengan menemukan sumber pasokan bahan baku yang tidak hanya bergantung ke satu atau dua sumber saja, sembari terus meningkatkan research and development untuk memanfaatkan potensi sumber daya di negeri sendiri.

UMKM perlu memperkuat komunikasi, menghimpun diri dan berjejaring sesama pelaku usaha, untuk mengambil langkah strategis bersama yang bersifat formula darurat atau cepat saji, sembari terus berdialog dengan pemerintah untuk merumuskan langkah strategis pada masa mendatang.

"Penguasa adalah penentu arah kebijakan, ketika kebijakan tidak satu napas dengan realitas di pelaku usaha, maka kebijakan yang diambil bisa saja menjadi kurang tepat, kesinambungan komunikasi dan dialog antara pelaku UMKM dan pengambil kebijakan senantiasa harus sinkron, ujar Wirson pula. 7
Read Entire Article