ARTICLE AD BOX
Hal ini sebagai salah satu strategi menarik minat dokter muda mau bekerja dan bertugas di Buleleng dan menutupi kekurangan tenaga kesehatan (nakes) di RSUD milik pemerintah.
Anggota Komisi IV DPRD Buleleng, Anak Agung Ketut Widia Putra, dalam rapat kerja bersama Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait beberapa waktu lalu mengatakan, sudah saatnya Buleleng menaikkan insentif dokter. Sebab sejauh ini setiap tahunnya, formasi Aparatur Sipil Negara (ASN) untuk dokter dan dokter spesialis selalu tidak ada pelamar. Ujung-ujungnya formasi yang dibuka untuk memenuhi tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan milik pemerintah masih kosong.
Analisa dari tahun ke tahun, formasi dokter dan dokter spesialis selalu nihil pelamar, karena selain wilayah Buleleng yang jauh dari pusat ibu kota provinsi, insentif yang diterima pun lebih rendah dibandingkan di kabupaten/kota lainnya di Bali.
“Kami mendorong segera dinaikkan insentif dokter karena ini sangat berpengaruh pada pelayanan. Kalau dokternya tidak ada atau tidak lengkap, masyarakat pun tidak mau datang ke sana untuk berobat. Masyarakat pasti datang ke faskes yang pelayanan bagus, alat lengkap dan dokter spesialisnya juga kompeten,” ucap Agung Widia.
Dia pun mencontohkan kekurangan nakes khususnya dokter di RSUD Tangguwisia. Ketersediaan dokter spesialis yang minim, membuat masyarakat beralih ke faskes swasta. Menurutnya, hal ini menjadi ancaman faskes pemerintah jika tak segera berbenah, akan cepat tersalip klinik swasta yang saat ini sudah ada di tingkat kecamatan.
RSUD termasuk 20 puskesmas yang tersebar di 9 kecamatan saat ini sudah berstatus Badan Layanan Usaha Daerah (BLUD). Status ini, menurut anggota komisi Nyoman Dhukajaya, memberikan keleluasaan manajerial untuk mengelola anggaran. Salah satunya dalam pengadaan barang dan jasa untuk meningkatkan pelayanan. “Ini juga harus dipikirkan, dokter-dokter interim yang kontrak diperbaharui setiap tahun, kalau tidak menjanjikan tentu terancam pergi,” terang anggota Fraksi Golkar DPRD Buleleng ini.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan Buleleng, Nyoman Budiastawan tidak memungkiri sarana prasarana dan SDM kesehatan masih kurang. Kekurangan dokter spesialis terjadi di RSUD Tangguwisia dan RSUD Giri Emas. Dari standar minimal 4 dokter spesialis yang harus ada di rumah sakit daerah tipe D dan C ini baru terpenuhi 1 orang saja. Kekurangan itu sementara ditanggulangi oleh dokter interim.
Kekurangan dokter juga terjadi di beberapa puskesmas yang ada di Buleleng. Terutama di puskesmas rawat inap seperti Puskesmas Busungbiu I dan Puskesmas Gerokgak II, yang semestinya minimal ada 2 dokter untuk standby 24 jam, hanya ada 1 dokter. Sehingga hanya bisa dimaksimalkan. Jika ada peristiwa di luar jam pelayanan dokter jaga akan dimaksimalkan dengan sistem on call.
“Seluruh fasilitas kesehatan pemerintah seluruhnya sudah di BLUD-kan. Jadi rumah sakit maupun puskesmas ada keleluasaan merekrut nakes. Rekrutmen dokter status PNS atau PPPK juga sudah berproses, tapi sebelumnya tidak ada yang melamar. Tetapi dengan status BLUD, ada peluang mengadakan MoU dengan nakes yang dibutuhkan,” papar Budiastawan.7 k23