ARTICLE AD BOX
Album ini menjadi penanda penting dalam praktik seni inklusif di Bali, di mana ekspresi sastra dan musik bersatu dalam karya yang dilahirkan oleh mereka yang melihat dunia bukan lewat mata, melainkan lewat rasa dan suara.
Peluncuran ini merupakan bagian dari The 6th Bali Creative Competition (BCC), dan akan berpuncak pada pementasan musikalisasi puisi pada Minggu (11/5) di Gedung Dharma Negara Alaya, Denpasar. “Kami percaya teman-teman tuna netra punya kekuatan dalam hal suara dan rasa. Ketika mereka diberi ruang, hasilnya selalu mengejutkan,” ujar Ketua Yayasan Kesenian Sadewa Bali, Ryan Indra Darmawan saat konferensi pers di Kuta, Badung, Senin (5/5) malam.
Album Jalan Suara memuat 10 musikalisasi puisi, yang terdiri dari 5 puisi berbahasa Indonesia dan 5 puisi berbahasa Bali. Puisi-puisi tersebut bukan hanya dipilih karena nilai estetikanya, tetapi karena kedekatannya dengan tema sosial, spiritual, dan kearifan lokal Bali.
Dalam versi berbahasa Indonesia, karya yang diangkat meliputi Dongeng dari Utara oleh Made Adnyana Ole, Di Musim yang Lain, Aku Kembali oleh Ulfatin C. H., Surat Kertas Hijau oleh Sitor Situmorang, Pada Kematian Aku Bernaung oleh Cok Sawitri, dan Satu Perahu oleh Wayan Jengki Sunarta. Sementara puisi berbahasa Bali yang diaransemen adalah Petapa Aksara oleh Mas Ruscita Dewi, Blabar Momo oleh Ni Kadek Widiasih, Gending Pragina oleh Tatukung, Kayu Cenana oleh Ki Dusun, dan Kangen oleh Made Sanggra.
Yayasan Kesenian Sadewa Bali bukan kali pertama berkolaborasi dengan komunitas netra. Pada tahun 2019, mereka telah menggagas pentas drama musikal yang melibatkan penyandang disabilitas dan dipentaskan di Gedung Ksirarnawa, Art Center Bali. Album Jalan Suara adalah kelanjutan dari semangat tersebut. “Tahun ini kami ingin kembali melibatkan teman-teman netra. Tapi tantangannya berbeda. Bagaimana mengkomunikasikan puisi kepada mereka yang tidak bisa membaca huruf itu bukan hal mudah. Tapi kami bawa prosesnya dengan fun, dan justru dari situ, kekuatan mereka muncul,” ungkap Ryan.
Album Jalan Suara akan dirilis ke publik pada 5 Mei 2025 dan dapat dinikmati melalui berbagai platform digital. Pertunjukan live musikalisasi puisi di Gedung Dharma Negara Alaya, Denpasar terbuka untuk umum. “Kami berharap masyarakat bisa mendukung dengan cara yang sederhana, dengarkan albumnya, bagikan, dan hadir di pementasan. Biarkan suara mereka menjadi jalan baru dalam seni kita,” kata Ryan.
Seniman Heri Windi Anggara, yang mendampingi penggarapan album menyebut proyek ini adalah pengingat bahwa imajinasi tidak memerlukan penglihatan. Heri bertanggung jawab atas proses aransemen dan pendampingan kreatif. “Tantangan teknisnya cukup besar. Butuh waktu untuk menyamakan imajinasi. Tapi saya menemukan bahwa ketika satu indera tidak berfungsi, yang lain justru menguatkan. Teman-teman tunanetra ini punya kekuatan rasa yang luar biasa,” jelas Heri.
“Konsep album ini bukan hanya menyatukan puisi dan musik, tapi juga mengkurasi emosi dan tafsir yang lahir dari pengalaman hidup para peserta. Rasanya, ini bukan proyek, tapi peristiwa kultural,” pungkasnya. Sementara itu Ketua Yayasan Pendidikan Dria Raba, Ida Ayu Pradnyani Manthara, menyampaikan bahwa proyek ini bukan hanya memperkenalkan dunia seni kepada siswa-siswi tunanetra, tapi juga memberi ruang untuk berkembang tanpa tekanan. “Kami tidak pernah memaksa. Mereka bebas memilih alat musik yang mereka suka. Kami hanya mendampingi, menyediakan pelatih, dan membiarkan mereka mengekspresikan diri. Dan ternyata, banyak yang awalnya asing dengan puisi kini bisa membacakannya dengan begitu dalam,” ujar Dayu Pradnyani. 7 adi