ARTICLE AD BOX
Penetapan tersangka dilakukan penyidik Bidang Tindak Pidana Khusus Kejari Klungkung pada Rabu (30/4). Penetapan ini berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Kepala Kejaksaan Negeri Klungkung Nomor: TAP-1/N.1.12/Fd.1/04/2025 tertanggal 28 April 2025. Penetapan dilakukan setelah serangkaian penyidikan dan gelar perkara atau ekspose.
Siarsana langsung digiring ke mobil tahanan untuk ditahan di Rutan Kelas II B Klungkung. Saat digiring tampak Siarsana sudah mengenakan rompi tahanan dan mengenakan masker. Dia juga tidak mengucapkan sepatah kata pun. Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Klungkung Lapatawe B Hamka saat press rilis mengatakan IWS diperiksa sebagai tersangka pada hari yang sama di Kantor Kejari Klungkung. Dalam kapasitasnya sebagai kepala sekolah, Siarsana diduga kuat melakukan penyimpangan pengelolaan dana komite dan PIP. Ia menyusun anggota komite sekolah sendiri, menunjuk pegawai kontrak sebagai sekretaris dan bendahara, serta menetapkan jumlah SPP berdasarkan pungutan tahun ajaran sebelumnya tanpa menyusun kegiatan terlebih dahulu.
Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah (RKAS) yang bersumber dari Dana Komite disusun Siarsana melalui perubahan tanpa rapat komite. Dana Program Indonesia Pintar yang seharusnya diterima langsung siswa dicairkan Siarsana lewat surat kuasa kolektif, lalu digunakan untuk pembayaran Sumbangan Pembinaan Pendidikan tanpa rapat komite. Dana tersebut disimpan dalam rekening penampung yang dikelola sendiri oleh Siarsana tanpa dapat dipertanggungjawabkan. Dia tidak pernah mengadakan rapat komite untuk membahas pertanggungjawaban Dana Komite. Ia juga menyusun sendiri Rencana Anggaran Biaya (RAB) pada kegiatan fisik tahun 2020–2022 dan menunjuk sendiri penyedia pekerjaan, namun pelaksanaannya tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Selain itu, Siarsana diduga menggunakan sisa dana bantuan dari pemerintah pusat sebesar Rp 50.000.000 untuk renovasi ruang kepala sekolah, serta membangun Pos Jaga di luar wilayah sekolah dengan Dana Komite yang juga tidak dapat dipertanggungjawabkan. Atas arahan Pemerintah Provinsi Bali, seluruh rekening disatukan menjadi satu rekening giro. Dana Program Indonesia Pintar sisa sebesar Rp 116.170.000 dipindah ke rekening Dana Komite sehingga total menjadi Rp 130.965.000. Pada Juli 2021, Siarsana meminta dana itu kepada Bendahara Komite dengan alasan membayar honor guru dan tenaga kependidikan, padahal honor tersebut sudah dibayarkan dari Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) oleh Bendahara Dana BOS.
Dana Komite sebesar Rp 130.965.000 tersebut tidak pernah dipertanggungjawabkan oleh Siarsana. Pada akhir tahun ajaran 2021/2022, terdapat sisa Dana Komite sebesar Rp 349.797.616 di rekening giro SMKN 1 Klungkung. Siarsana memerintahkan pembantu bendahara membuka rekening bank atas nama pribadi untuk menampung sisa Dana Komite dengan alasan mempermudah pengelolaan. Dalam pengelolaan dana tersebut, semua pengerjaan dilakukan tukang milik Siarsana tanpa melibatkan pihak sekolah atau komite. Pembayaran dilakukan langsung ke rekening tukang tanpa Surat Pertanggungjawaban (SPJ). Sisa dana sekitar Rp 51.000.000 dikembalikan ke rekening giro tanpa melalui rapat komite.
Siarsana memerintahkan bendahara mentransfer dana dari rekening giro ke rekening pembantu bendahara untuk dicairkan, lalu digunakan untuk kegiatan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan. Dia juga memerintahkan penahanan ijazah 293 siswa yang tidak membayar uang komite. Hal ini bertentangan dengan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Permendikbud RI) Nomor 75 Tahun 2016.
Dari serangkaian perbuatannya, Siarsana menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 1.174.149.923,81 sebagaimana hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Provinsi Bali dalam Laporan Nomor: PE.03.03/SR/LHP-82/PW22/5/2025 tertanggal 20 Februari 2025. "IWS ditahan selama 20 hari terhitung sejak 30 April hingga 19 Mei 2025," ujar Kajari. Penahanan dilakukan berdasarkan Pasal 21 Ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) karena dikhawatirkan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti, mengulangi perbuatan, dan untuk mempermudah proses persidangan. Terlebih Siarsana masih aktif sebagai kepala sekolah.
Tersangka dijerat dengan pasal berlapis. Primair, Pasal 2 Ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Subsidair, Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang yang sama. Atau Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang yang sama dengan ancaman minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun penjara.
Seperti diketahui, penelusuran terkait kasus dugaan penyimpangan pengelolaan dana pendidikan di SMKN 1 Klungkung, setelah Kejari menerima laporan dari masyarakat, beberapa waktu lalu. Kemudian, ditemukan ada indikasi Perbuatan Melawan Hukum (PMP). PMP itu terkait dobel penganggaran pada kegiatan melalui dana BOS dan dana komite pada Tahun 2020, 2021 dan 2022. Dalam hal ini kegiatan yang sudah dibiayai lewat dana BOS kembali dianggarkan lagi melalui dana komite.
Ketika kasus ini mencuat, Kejari sudah memeriksa terhadap 12 orang sejak Senin (22/5/2023) sampai Kamis (25/5/2023). Mulai dari kepala program, dan bendahara komite serta dana BOS yang memang ditugaskan dalam penggunaan dana BOS, dana komite, dan dana lainnya. Pemeriksaan ini merupakan lanjutan dari pemeriksaan yang dilakukan oleh Tim Pidsus Kejari Klungkung yang sebelumnya pada hari Selasa (16/5) lalu. Dalam kegiatan tersebut sudah dilakukan pemeriksaan terhadap 9 orang pengurus SMKN 1 Klungkung. 7 wan