ARTICLE AD BOX
Puncak karya berlangsung pada Minggu, 27 April 2025, di Pura Dalem Sekar Mukti yang secara niskala diempon oleh krama dari dua desa adat: Desa Adat Singapadu dan Desa Adat Kebon. Wilayah administratifnya termasuk dalam Desa Dinas Singapadu.
Manggala Karya, I Made Wijana, menjelaskan bahwa karya agung ini merupakan yadnya lanjutan dari tradisi leluhur yang diwariskan secara turun-temurun. “Karya pertama digelar tahun 1942, lalu dilanjutkan pada tahun 1988. Kini, tahun 2025, kami kembali menggelar karya ketiga. Astungkara saya masih diberikan kesehatan dan bisa menjadi bagian dari karya ini,” ujarnya.
Pura Dalem Sekar Mukti, lanjut Wijana, secara historis diempon oleh warga dari Banjar Seseh, Banjar Sengguan, Banjar Mukti, dan Banjar Kebon yang tergabung dalam satu tempekan bernama Tempekan Seraya.

Rangkaian pelaksanaan karya telah dimulai sejak Januari 2025, diawali dengan mencari duwasa ayu (hari baik), pembersihan area pura dan setra (kuburan), pembangunan tetaring (bangunan dari bambu), serta penyiapan berbagai sarana prasarana seperti tempat banten dan jeruon untuk menyambut kehadiran Ida Bhatara secara niskala.
“Kami mengambil tingkat karya utama, menggunakan tiga ekor kerbau sebagai caru sesuai tingkatan dan makna yadnya, yakni kerbau ius merana, kerbau brutuk, dan kerbau anggerek bulan,” ungkap Wijana.
Ia menyebut karya ini bukan hanya menjadi kewajiban spiritual, tetapi juga momentum pemersatu krama dan penguat identitas adat. Meskipun sempat bersinggungan dengan perayaan hari-hari besar seperti Siwaratri, Nyepi, Idulfitri, Piodalan di Pura Agung Besakih dan Pura Batur, seluruh rangkaian karya tetap berlangsung dengan menghormati aturan yang berlaku.
“Kalau bicara tantangan, justru ini menjadi motivasi. Kami punya prinsip, yadnya untuk Ida Sang Hyang Widhi Wasa tidak boleh setengah-setengah. Seperti orang melangkah ke selatan, harus sampai tujuan,” katanya.
Dari sisi anggaran, karya ini menelan biaya sekitar Rp3,5 miliar, yang dikelola secara gotong royong oleh krama pengempon.
Sebelumnya pada 24 April juga dilaksanakan upacara mendak siwi, nuur akasa untuk memohon restu dari para dewata. “Ini sebagai bentuk penghormatan kepada nak lingsir, leluhur kami. Kami berharap karya ini berjalan lancar, masyarakat diberikan kesehatan dan kesejahteraan, dan Bali tetap rukun lahir batin,” tutur Wijana.
Sebagai catatan, selama masa pelaksanaan karya di Pura Dalem Sekar Mukti yang identik dengan kawasan setra, warga yang mengalami kedukaan tetap diperbolehkan mengubur jenazah. Namun tidak dilakukan upacara dan jalur menuju setra dialihkan ke sisi belakang pura karena kawasan setra telah di-nyengker sebagai bagian dari kesucian karya.