Industri Minta Bali Fokus Bangun Sistem Daur Ulang, Bukan Larang Air Kemasan Kecil

7 hours ago 1
ARTICLE AD BOX
Ketua Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM), Triyono Prijosoesilo, mengaku terkejut karena edaran tersebut dikeluarkan tanpa melalui diskusi dengan pelaku industri. Padahal, menurutnya, banyak perusahaan anggota ASRIM telah lama menjalankan praktik daur ulang kemasan yang efektif.

“Sudah banyak kegiatan pengumpulan dan pengelolaan sampah kemasan dilakukan oleh industri, baik secara individu maupun melalui organisasi seperti IPRO. Itu terbukti berhasil, terutama untuk kemasan bernilai tinggi seperti botol AMDK. Jadi bukan larangan yang dibutuhkan, melainkan dukungan sistem pengelolaan yang terintegrasi,” ujar Triyono belum lama ini.

Ia menekankan, pelarangan distribusi air kemasan kecil justru berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap ekonomi Bali, mulai dari penurunan penjualan industri hingga pengurangan tenaga kerja. “Bali itu salah satu wilayah dengan kontribusi penjualan besar bagi industri kami. Kalau distribusi dibatasi, dampaknya bisa signifikan. Penjualan bisa turun sekitar lima persen,” kata dia.

Triyono menggarisbawahi bahwa industri mendukung sepenuhnya semangat Bali Bersih. Namun, menurutnya, upaya pelestarian lingkungan harus dilakukan dengan pendekatan kolaboratif, bukan pembatasan sepihak. “Yang harus didorong adalah pembangunan infrastruktur pengelolaan sampah dan edukasi masyarakat untuk memilah sampah dari sumbernya,” imbuhnya.


Risiko Hilangnya Lapangan Kerja dan Akses Air Bersih

Nada serupa disampaikan Direktur Eksekutif Asosiasi Perusahaan Air Minum Dalam Kemasan Nasional (Asparminas), Idham Arsyad. Ia mengingatkan bahwa kebijakan pelarangan dapat berdampak luas pada keberlangsungan pabrik AMDK serta hilangnya ribuan lapangan kerja.

“Dengan kondisi ekonomi yang sulit, seharusnya kita duduk bersama mencari solusi. Kalau pabrik tutup, bukan hanya tenaga kerja yang terdampak, tapi juga pendapatan daerah dari pajak industri bisa hilang. Masyarakat juga kesulitan karena harga air bisa naik jika hanya tersedia dalam ukuran besar,” kata Idham.

Industri Lokal Terpukul

Produsen air kemasan lokal Bali pun ikut bersuara. Direktur PT Tirta Mumbul Jaya Abadi (produsen AMDK Yeh Buleleng), Nyoman Arta Widnyana, menilai edaran tersebut tidak berpihak pada pelaku usaha lokal. Ia menyebut, upaya bangkitnya produk lokal pasca-dukungan Bupati Buleleng sebelumnya, kembali lesu akibat kebijakan penggunaan tumblr dan kini diperparah dengan pelarangan air kemasan kecil.

“Air kemasan itu bisa didaur ulang, sementara plastik lain seperti bungkus minyak goreng, gula, kopi, itu tidak bisa. Tapi justru air kemasan yang disalahkan seolah jadi biang sampah,” tegasnya.

Ia berharap Pemprov Bali memiliki pendekatan yang holistik dalam menangani sampah plastik. “Kalau mau adil, semua produk berkemasan plastik juga harus diatur. Jangan hanya air minum kemasan,” ujarnya.

Bahan Baku Industri Daur Ulang Terancam Hilang

Sekretaris Jenderal Asosiasi Daur Ulang Plastik Indonesia (ADUPI), Eddie Supriyanto, juga menyayangkan pelarangan distribusi air kemasan kecil. Ia mengatakan bahwa botol berukuran kecil justru menjadi material yang paling dicari oleh industri daur ulang karena kualitas dan nilainya tinggi.

“Kalau distribusinya dilarang, maka bahan baku daur ulang justru hilang. Padahal kalau dilakukan pemilahan dan pengumpulan yang benar, plastik jenis ini sangat bisa diserap industri. Pemulung, bank sampah, hingga pengepul akan kehilangan sumber penghasilan,” jelas Eddie.

Menurutnya, pelarangan semacam ini tidak menyelesaikan masalah inti. “Yang penting bukan melarang, tapi membangun sistem yang membuat sampah terkelola. Itu bisa kita lakukan bersama pemerintah, industri, dan masyarakat,” ujarnya.

Read Entire Article