Asia Grassroots Forum 2025: Saatnya Perempuan Jadi Penggerak Ekonomi

7 hours ago 2
ARTICLE AD BOX
Hal ini menjadi sorotan dalam Asia Grassroots Forum 2025 yang digelar oleh Amartha di Grand Hyatt Nusa Dua, Kuta Selatan, Badung pada Kamis (22/5).

Dalam forum tersebut, Menteri Luar Negeri RI Periode 2014-2024, Retno Marsudi, menegaskan bahwa kesenjangan gender di ASEAN, khususnya di Indonesia, masih tinggi, terutama di sektor ekonomi dan politik.

“Partisipasi perempuan dalam pendidikan dan kesehatan memang sudah membaik. Kesenjangan gender di pendidikan tinggal 10 persen, di kesehatan hanya sekitar 6 persen. Tapi di bidang ekonomi baru mencapai 65 persen, dan di politik hanya 22,5 persen,” ujarnya ditemui di lokasi pada Kamis siang.

Retno juga menyoroti masih minimnya keterwakilan perempuan dalam bidang sains, teknologi, rekayasa, dan matematika (STEM). Mengutip data UNESCO 2024, partisipasi perempuan Indonesia di sektor ini baru mencapai 35 persen. Lebih jauh, Retno mengangkat pentingnya perempuan dalam posisi pengambilan keputusan ekonomi.

“Hanya 3,1 persen perempuan yang menduduki posisi CEO di Indonesia. Perlunya pemberdayaan perempuan untuk meningkatkan peran mereka dalam mendorong perekonomian yang inklusif,” tambahnya.

Forum ini juga menyoroti peran strategis perempuan dalam sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan UMKM, dari sekitar 65 juta UMKM di Indonesia, lebih dari 64 persen dikelola oleh perempuan. 

Namun demikian, kelompok ini dinilai masih sangat rentan terhadap krisis dan minim akses terhadap permodalan maupun teknologi. Asia Grassroots Forum 2025 diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi kebijakan dan aksi konkret yang mendorong negara-negara ASEAN mempercepat pencapaian kesetaraan gender, khususnya dalam sektor ekonomi.

“Karena itu, saya mengapresiasi Amartha yang telah menjadi jembatan bagi perempuan untuk meningkatakan partisipasinya di bidang ekonomi, terutama teman-teman perempuan yang bergelut di UMKM,” jelasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif IBEKA, Tri Mumpuni, mengungkapkan bahwa statistik membuktikan perempuan cenderung lebih bertanggung jawab dalam menjalankan peran ekonominya. Perempuan, menurutnya, juga memiliki perspektif yang lebih inklusif ketika diberi ruang kepemimpinan.

“Intinya adalah bagaimana menciptakan ekosistem yang setara. Laki-laki dan perempuan harus punya kesamaan kesempatan. Langkah awal bisa dimulai dengan menghilangkan batasan-batasan budaya, misalnya tradisi keluarga yang memprioritaskan anak laki-laki dibandingkan perempuan,” pungkas Tri, yang juga menjabat sebagai anggota Dewan Pengarah Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). *ris

Read Entire Article